Penting Berkomunikasi
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Komunikasi adalah suatu bentuk hubungan, baik antar
manusia ataupun antar manusia dan penciptanya. Komunikasi disini bisa berbagai
bentuk, seperti berbicara, menuliskan pesan, penempelan poster atau selbaran,
pemasangan iklan dan lain sebagainya. Disini gue bakalan akan sedikit membahas
mengenai komunikasi terutama antar manusia dan ini berbentuk bicara. Menurut
pengalaman yang gue rasakan sendiri, komunikasi semacam ini dapat memperluas
jaringan dan mengakrabkan antar yang diajak berbicara. Namun, ada kalanya
seseorang tidak mau untuk berbicara dengan orang tertentu, bahkan antar banyak
orang. Gue tidak mencap diri gue sebagai introvent,
namun terkadang gue perlu waktu sendiri ataupun sekedar tidak mau menggangu
seseorang ketika berbicara.
Menikmati bincang bersama adalah tujuannya |
Sekitar 6 atau 5 tahun yang lalu, gue mulai untuk
tidak berbicara dengan salah satu orang. Gue sendiri yang memutuskan untuk tidak
mau berbicara dengannya. Namun, gue masih mau mengirim chat ataupun pesan singkat kepadanya, tapi tidak sering atau bisa
dibilang jarang sekali, mungkin masih bisa dihitung jari. Apa yang mendasari
gue untuk tidak mau berbicara kepadanya? Padahal seperti yang gue bilang tadi,
dengan berbicara sebagai bentuk dari komunikasi itu sendiri bisa memperluas
jaringan dan mengakrabkan antar yang diajak berbicara. Mungkin gue mau jelasin
sedikit saja, pada waktu gue SMP (sedikit bernostalgia) gue pernah yaa bisa
dibilang suka atau tertarik dengan seseorang. Agar lebih mudah mengenalnya,
sebut saja Asya (bukan nama sesungguhnya). Sebenarnya hal yang mendasari gue
tertarik sama dia karena dia bisa memperhatikan hal-hal kecil dari gue, dan
mungkin menurut gue yang udah dibangku kuliah ini, hal tersebut sebenarnya
wajar-wajar aja, karena kan memang kita temenan kan, otomatis yaa terkadang ada
perhatian dengan hal-hal tertentu, walaupun itu kecil. Hal lainnya yang membuat
gue tertarik mungkin lebih ke sifat fisik dan tidak perlu terlalu dijelaskan
sedetail mungkin.
Kelas 9 SMP waktu itu, waktu pelajaran yang gurunya
pergi, entah kemana waktu itu, gue juga lupa. Ada beberapa soal yang harus
dikerjakan. Asyik dengan mengerjakan soal dan bertanya sana-sini. Satu hal, gue
waktu itu bau burket yang memang marak-maraknya terjadi ketika masa pubertas,
terutama buat cowok-cowok. Ketika sedang mengerjakan, Asya yang waktu itu
duduknya disamping gue,tepatnya diseberang bangku gue, seketika mengambil buku,
dan langsung mengipaskan bukunya ke arah gue, tepat di daerah ketiak mungkin.
Waduh, pikiran gue waktu itu agak sedikit ruwet juga, malu lebih tepatnya.
Bayangkan saja, ada cewek yang tiba-tiba ngipasin gue dengan bukunya, dengan
alasan yang bisa dibilang sangat objektif, burket. Malu, lama-lama jadi ada
rasa, mungkin begitu lebih tepatnya.
Singkat cerita, gue memang punya rasa sama Asya, namun
rasa itu hilang entah kemana, ketika dia mengirimkan pesan lewat chat Facebook yang bertuliskan “Maaf,
kita kayaknya temenan aja” (mungkin begitu pesannya, dengan sedikit
improvisasi). Waktu itu memang gue agak sedikit down, namun parahnya lagi semenjak saat itu gue nggak berani lagi
ataupun mulai mengacuhkannya. Entah, itu adalah reflek diri atau memang gue
pengen jauh aja dan tidak pengen mengganggu kehidupannya lagi. Karena gue tahu,
gue bukan apa-apa waktu itu. Walaupun sampai sekarang pun gue belum jadi
apa-apa , hanya siswa dan menjadi mahasiswa biasa.
Waktu bergerak ke masa SMA. Kita satu SMA waktu itu,
dan yaa tetap berlanjut dijalan masing-masing. Gue jarang kumpul sama dia,
jarang ngobrol face to face sama dia, hanya mengandalkan pesan aplikasi
yang terkadang dibalasnya juga pasti lama. Lewat didepan kelasnya saja, gue
harus lihat situasi dan kondisinya, apakah dia ada didepan kelasnya atau tidak.
Kalau iya, langkah kaki langsung gue kencangin, tidak mau berlama-lama hanya
untuk menyapa teman lainnya yang satu kelas sama Asya. Pernah suatu saat gue
kirim pesan ke dia, kalau gak salah itu lewat SMS atau chat begitu, hanya bertanya mengenai tugas suatu mata pelajaran,
walau gue dan dia beda kelas namun mata pelajarannya sama, dan pas waktu itu
gurunya juga sama. Hanya mengirim pesan seperlunya saja, tidak lebih. Hanya itu
saja komunikasi kami yang masih terjalin waktu sekolah dulu.
Singkatnya, butuh waktu kisaran 3 sampai 4 tahun
semenjak dari SMP sampai kami lulus dari SMA untuk bisa berbicara nyaman satu
sama lain. Pembicaraan dimulai, ketika gue mengahdiri acara perpisahan sekolah.
Waktu itu, gue membawa kamera untuk berfoto dan mengabadikan momen-momen yang
tercipta kala itu. Momen itu datang, gue mengambil foto Asya bersama
teman-temannya. gue nggak merasakan apa-apa sih, hanya tidak banyak bicara dan
terkesan to the point-nya aja.
Ngambil foto, yaa ngambil foto aja, tidak ada pembicaraan lebih lanjut. Gue tau
juga dia lolos di salah satu Universitas Negeri yang ada di Pontianak dan
mengambil jurusan Pendidikan Dokter. Dia memang pintar dan rajin, terlihat
sejak gue satu kelas sama dia dahulu di kelas 7 SMP. Dibilang serius, anaknya
nggak serius-serius amat, enak diajak ngobrol menurut gue. Setelah acara
tersebut, gue bertanya ke dia, foto-fotonya mau gue kirim nggak, dan dia
menjawab kirim aja lewat chat atau
email kalo tidak salah.
Tidak enak sehingga menjadi malu |
Bukan hanya gue yang punya alasan untuk tidak
berbicara dengannya, tapi dia juga punya alasan yang bisa dibilang wajar,
karena waktu itu masih zaman-zamannya anak remaja yang labil. Dia mengatakan
bahwa hal tersebut cukup aneh buatnya. Yang awalnya hanya kawan, tahu-tahu
sudah pengen dianggap lebih, mungkin itu menurutnya. Alasan yang dilontarkannya
cukup masuk akal menurut gue, waktu itu mungkin sedang polos-polosnya. Dia juga
mengungkapkan bahwa, setelah itu, waktu ia masih kelas 10, ada juga temannya
yang hampir mirip dengan gue. Suka dengannya dan dia pun menolaknya. Dan
diperlakukannya hampir mirip dengan gue.
Dari sini, gue belajar banyak hal, yaitu menjadi
pribadi yang harus bisa berkomunikasi dan nyaman-nyaman aja untuk ngobrol
dengan banyak orang, bahkan dengan orang yang berkaitan dengan masa lalu gue
ketika sekolah. Sekarang beranjak dewasa, harus bisa memilah mana yang harus
dibawa perasaan (baper) atau yang enggak, walaupun terkadang kita juga suka
lupa hal-hal mana aja yang harus dibaperin atau enggak. Dari cerita ini, gue
juga belajar untuk tidak memaksakan suatu perasaan kepada seseorang. Harus
melewati beberapa tahapan, bukan berarti untuk pacaran, tapi lebih ke kenal
saja, tidak lebih. Komunikasi memang penting bagi mahasiswa zaman sekarang,
tidak harus sebatas chat saja, tapi
harus mampu berhadapan langsung dan menunjukkan prilaku yang baik terhadap
lawan bicara kita. Tidak harus dengan teman-teman saja kita begini, harus
diimbangi dengan orang tua kita, dosen atau guru kita, orang yang lebih tua
dari kita, bahkan untuk orang yang belum kita kenal secara langsung. Sekali
lagi, bangun koneksi dan komunikasi antar sesama, bahkan dengan orang yang dulu
pernah menyakiti kita.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Komentar