Menyambut Kenormalan yang Baru
Epidemik
Covid-19 yang sudah lama mewabah di semua belahan bumi ini membawa dampak yang
sangat signifikan kepada kita semua, umat manusia. Aktivitas kita yang dulunya
dianggap lumrah dan normal berubah seketika covid menyerang. Kenormalan
tersebut direvisi oleh sebuah wabah pandemik. Dulu yang kita kemana-mana tidak
peduli akan masker dan cuci tangan, sekarang kemana-mana harus bermasker,
kemudian setelah berpergian atau sebelum berangkat keluar musti cuci tangan
dahulu, dan lain-lain. Kalau tidak melakukan itu, orang sekitar pasti
mengganggap hal tersebut tidak sesuai dengan kenormalan yang berlaku sekarang,
bahkan menimbulkan persepsi negatif kepada orang-orang yang tak menggunakan
masker ketika berada di luar ruangan. Apalagi ditambah Hari Raya Idulfitri,
dimana di daerahku ada tradisi dimana kita berkunjung ke rumah keluarga,
teman-teman, tetangga, bahkan guru-guru semasa sekolah. Masalahnya adalah, hal
tersebut dilakukan dengan mengumpulkan banyak orang di satu rumah. Mungkin
saja, tetangga ataupun orang sekitar juga akan beranggapan negative terhadap
kita ataupu keluarga kita.
Menerapkan
protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah adalah hal wajib yang
dilakukan. Kenormalan yang baru ini semua hal yang kita lakukan harus bersih
dan steril. Misalnya, setiap rumah di pintu depannya disediakan galon dan sabun
cuci tangan. Kesadaran diri masyarakat teruji disini, apakah mereka patuh atau
tidak. Protokol kesehatan yang digunakan juga banyak berlaku di tempat-tempat
lain seperti supermarket, rumah ibadah, dan beberapa kantor pemerintahan. Protokol
kesehatan sudah seperti kebiasaan yang baru, new normal has born. Orang-orang
menerapkannya dengan cukup baik, walau di lapangan banyak yang lalai juga.
Seperti tidak menggunakan masker ketika keluar rumah, membuang liur
sembarangan, dan masih banyak lainnya.
Dunia
pendidikan juga akan segera menerapkan kebijakan tersebut. Pemberlakuan
tersebut digadang-gadang akan mulai diberlakukan pada bulan Juli mendatang. Berbagai
macam aturan telah dipersiapkan, mulai dari penyiapan tempat cuci tangan,
membersihkan sekolah minimal sehari sekali secara menyeluruh, dan masih banyak
hal lainnya yang dipeketat pengawasannya. Sebelumnya, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) juga menyusun skenario mulainya belajar mengajar, baik
di pendidikan rendah maupun tinggi. Skenarionya adalah memberlakukan kegiatan
belajar mengajar pada tahun depan. Kemendikbud kemudian mengatakan bahwa untuk
ekgiatan belajar mengajar di setiap sekolah disesuiakan lagi dengan
masing-masing daerah. Melihat daerah, salah satunya adalah Jakarta, yang masih
menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sedikit di longgarkan
akan memulai kegiatan belajar di bulan Juli. Melihat hal tersebut, banyak orang
yang mempertanyakan bagaimana kesiapan lembaga pendidikan, terutama sekolah
formal. Kesiapan dalam hal pengadaan fasilitas, kesiapan tenaga pendidik, dan
kesiapan murid. Karena, perlu adanya penyesuaian kembali, karena selama
beberapa bulan yang lalu para murid dipaksa untuk belajar dari rumah. Sehingga
perlu adanya penyesuaian kembali, seperti kegiatan belajar diangsur-angsur
untuk beberapa siswa, kemudian tidak semua pelajaran bisa langsug dilakukan
tatap muka dan mengumpulkan banyak orang. Terlebih masih banyak orang tua yang
takut kalau anak-anaknya berkumpul di sekolah, namun disisi lain orang tua juga
menginginkan anaknya utnuk kembali bersekolah. Fun factnya adalah anak-anak ketika belajar di rumah, tidak
sepenuhnya belajar, kebanyakan banyak bermain gawai dan berdiam diri di kamar.
Tidak
hanya di pendidikan, sektor lain juga perlu diperimbangkan lagi guna menyambut
New Normal. Sektor ekonomi misalnya. Kemarin sempat heboh-hebohnya banyak toko yang
buka sewaktu pemberlakuan PSBB di daerah Jakarta dan Bogor. Masih tidak
patuhnya masyarakat perihal physical distancing
yang harus diterapkan. Walaupun, masyarakat juga menggunakan pelindung diri
berupa masker, namun kerumunan dan saling berdempet-dempetan sangat tidak
dianjurkan. Menyambut kenormalan yang baru, selayaknya pengusaha dan industri
juga menerapkannya dengan ketat dan berangsur-angsur, tidak langsung serta
merta diterapkan. Tapi, keadaan ekonomi yang amsih carut marut ini bakalan
susah untuk kembali bangkit. Butuh waktu yang cukup lama untuk mebali bangkit,
terlebih kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah menurut saya sudah
habis-habisan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Seperti yang dikatakan
Presiden Jokowi sewaktu ditanya Najwa Shihab, yang intinya adalah beliau harus
menyelaraskan ekonomi dan kesehatan di satu waktu. Namun, kembali lagi yang
tadi sudah saya katakan adalah, kebijakan Presiden lebih banyak untuk
mempertahankan ekonomi Indonesia kedepannya. Walaupun hal tersebut tidak sepenuhnya
salah, dan mungkin malah masuk akal. Ketika ekonomi sudah baik, maka kesehatan
juga akan membaik. Kalimat “Kesehatan Nomer Satu” tidak mempan untuk mengoreksi
kebijakan pemerintah.
Sisi lain yang disorot dalam persiapan new normal adalah dalam bidang keamanan. Disiagakan personil TNI dan Polri, terutama di daerah yang memberlakukan PSBB dan lokasi penerapan new normal. Fungsi dari aparat ini adalah untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat yang masih berprilaku tidak sesuai dengan protokol kesehatan, sehingga Presiden Jokowi meminta langsung kepada mereka untuk membantu mensukseskan kebijakan tersebut. TNI dan Polri di klaim ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, Doni Monardo tidak untuk menakut-nakuti, namun murni untuk membantu dan mengingatkan masyarakt. Tapi itu klaim semata, mungkin di sisi masyarakat ada yang berbeda pendapat, merasa terusik karena aparat keamanan ikut mengamankan PSBB. Tapi apakah startegi akan berhasil? atau justru strategi ini akan menimbulkan gesekan tertentu?
Kehidupan normal akan kedatangan kenormalan yang baru, dimana yang dulunya normal bisa jadi tidak normal dalam kurun waktu tertentu. Dari yang kita sering tidak memperhatikan diri, kesehatan, dan lain sebagainya, malah akan lebih repot dan ketat dalam beberapa waktu kedepannya. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana kita menghadapi kenormalan yang baru ini? Apakah kita akan bisa bertahan ditengah kenormalan yang baru ini? Lalu melihat kurva yang masih belum menunjukkan kelandaiannya, walaupun di beberapa daerah ada yang tidak terdapat kasus per-harinya, apakah pemerintah kita sudah siap? apakah ini hanya startegi untuk menggembleng ekonomi agar bertahan? atau bahkan ini hanya bahan lucu-lucuan politisi kita? Tunggu saja tanggal mainnya nanti...
Komentar